Fahri Hamzah Usul Penerbitan Perppu Penyadapan
![](http://berkas.dpr.go.id/pemberitaan/images_pemberitaan/images/EOT_3261.jpg)
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Foto : Geraldi/mr
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyarankan pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang penyadapan. Hal ini bertujuan untuk menyegerakan dasar hukum bagi para penegak hukum dalam melakukan penyadapan, karena Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan sedang dibahas oleh DPR RI bersama Pemerintah.
Hal ini disampaikan Fahri usai menjadi narasumber dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema “RUU Penyadapan Pangkas Kewenangan KPK”, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2019). Turut hadir, Wakil Ketua Baleg DPR RI Totok Daryanto, Anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi, dan Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu.
“Saya usulkan itu jadi Perppu. Harusnya PP dibawa ke Presiden karena darurat. Nanti dari presiden, baiklah PP ini kita jadikan UU, nanti baru tanya DPR setuju atau tidak. Karena menurut saya ini darurat, ini tidak dilakukan jadi dasar hukumnya. Ngambang sampai sekarang,” tegas Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) itu.
Menurutnya, saat ini aksi penyadapan yang dilakukan KPK sudah melanggar aturan, karena lembaga tersebut menyadap hanya berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP). Fahri menjelaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya sudah membatalkan salah satu pasal dari UU Telekomunikasi yang ingin mengatur penyadapan melalui Peraturan Pemerintah.
Sebab, MK berpendapat kegiatan penyadapan merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga payung hukumnga harus melalui Undang-Undang. “Argumen dari MK adalah penyadapan merupakan pelanggaran HAM, sehingga tidak boleh diatur melalui PP, tetapi harus diatur melalui UU, karena itu adalah perampasan hak. Perampasan hak itu sendiri hanya boleh dirampas oleh UU,” jelas Fahri.
Lebih lanjut Fahri menyoroti perlunya Komnas HAM untuk aktif melakukan kajian dan penelitian dalam menegakkan HAM. Ia mencontohkan seperti kasus UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), banyak sekali pelanggaran HAM berdasarkan UU tersebut, namun tidak ada tindakan dari Komnas HAM sebagai lembaga yang berfungsi mengawasi HAM.
“Komnas HAM-nya baru ngomong sekarang. Harusnya dari dulu Komnas HAM kalau teliti, jangan tunggu saya teriak dulu. Cuma Komnas HAM ini takut dengan KPK, akhirnya diam sendiri. Sekarang saja mulai bilang. Harusnya Komnas HAM itu aktif membaca indikator HAM mana yang belum tegak,” pungkas Fahri. (nap/sf)